PRESS RELEASE PC PMII TUBAN: INDONESIA DARURAT DEMOKRASI DAN PEMBANGKANGAN KONSTITUSI. (Foto: PMII Tuban)

PC PMII TUBAN - Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 suasana politik kian  memanas, bermula dari pembangkangan konstitusi yang secara sadar dilakukan oleh Presiden Jokowi beserta antek-anteknya (Koalisi Indonesia Maju) di negara hukum demi melanggengkan kekuasaan.

Padahal semestinya keputusan konstitusi menjadi keputusan yang final, mengikat serta dapat menjadi acuan dalam penyelenggaraan negara hukum yang demokratis.

Namun, sangatlah disayangkan, segala upaya busuk telah dan sedang dilakukan mulai dari konspirasi, kolusi, nepotisme, hingga mereduksi marwah hukum dan demokrasi hanya untuk melancarkan segala cara-cara licik demi melanggengkan kekuasaan.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang memuat keputusan yang berpengaruh pada dinamika politik yaitu tentang 1). pembatalan perubahan batas usia calon kepala daerah yang sebelumnya telah diputuskan oleh Mahkamah Agung yaitu menyatakan usia 30 berdasarkan pelantikan menjadi 30 berdasarkan penetapan calon (yang mengakibatkan Kaesang tidak bisa maju Pilkada, 2). Mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora untuk menurunkan threshold dari 20% menjadi 6,5% - 10% untuk pencalonan kepala daerah yang tidak memiliki kursi DPR. 

Keputusan ini akan memberikan kelonggaran kepada banyak partai politik untuk mencalonkan kepala daerah tanpa mengharuskan untuk membentuk koalisi besar, sehingga keputusan ini dapat mencegah adanya penyelenggaraan Pilkada yang melawan kotak kosong dan peningkatan pemerataan demokrasi berdasarkan prinsip demokrasi yang diatur UUD 1945.

Prinsip demokrasi indonesia yang menyatakan bahwa kekuasaan politik berada pada tangan rakyat dan demokrasi mengikuti paham kedaulatan rakyat yang diharapkan bisa berjalan secara adil namun alih-alih hari ini bangsa Indonesia sedang dihadapkan oleh nafsu kekuasaan yang rakus ditunjukkan dengan upaya pembahasan RUU Pilkada yang diselenggarakan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI dilakukan secara tergesa-gesa.

Alih-alih dinyatakan batal disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI yang di anulir akan ada skenario baru sehingga memunculkan kewaspadaan masyarakat Indonesia untuk terus mengawal putusan MK sampai penyelenggaraan Pilkada 2024.

Representasi rakyat menjadi poin utama yang memupuk elektabilitas DPR di kancah nasional. Tidak hanya pelaksanaan peran dan fungsinya, bahkan etika dan entitas sosial masing-masing wakil rakyat tersebut kerap menjadi perhatian publik.

Beberapa hari yang lalu media Tuban dikejutkan oleh fenomena anggota DPRD Tuban bernyanyi sambil berjoget pada waktu selasela rapat di ruang sidang paripurna di saat sedang terjadi banyak demonstrasi di berbagai wilayah akibat carut-marutnya demokrasi negara yang di akibatkan DPR RI.

Hal tersebut tentunya menyalahi kode etik sebab momentum rapat adalah momen sakral dan harusnya menjadi bahan evaluasi oleh para wakil rakyat meskipun dengan alasan apapun, dikarenakan sejatinya anggota DPRD berangkat dari rakyat, oleh rakyat, dan seharusnya juga untuk rakyat. Maka dari itu seharusnya momentum saat itu dijadikan sebagai momen pembahasan untuk bisa mewakili suara keresahan rakyat yang disuarakan pada saat hari itu.

Untuk menyikapi fenomena busuk tersebut dan sebagai mahasiswa yang memiliki kepedulian serta tanggungjawab sosial maka dengan ini menyatakan sikap:

1. Menolak keras terhadap segala upaya pelanggengan nafsu kekuasaan melalui praktik-praktik hegemoni hukum yang merusak prinsip demokrasi.
2. Menuntut kepada Presiden, DPR, dan KPU untuk benar-benar mentaati dan menghormati putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024.
3. Mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk terus mengawal dan mengawasi setiap proses penyelenggaraan Pilkada tahun 2024 agar tercipta kondisi yang demokratis sesuai dengan prinsip demokrasi.
4. Menuntut evaluasi dan mengecam segala bentuk perbuatan tidak etis anggota DPRD kabupaten Tuban yang tidak mencerminkan jati 
diri sebagai wakil rakyat.